Sesampainya
di rumah, Mama dan Papa menyambutku dengan gembira. Bukannya aku tidak
senang, tapi kali ini aku benar-benar capek. Perjalanan Amerika-Jakarta
cukup membuatku lelah. Duduk berjam-jam membuatku ingin segera berbaring
di kamar. Mama dan Papa mengerti dan segera mengantarku ke kamar
tidurku dulu. Kemudian mereka segera pergi dan menyuruhku istirahat
penuh. Kulihat kamarku ini tidak berubah. Hanya sprainya saja yang
berubah warna. Tiba-tiba, aku ingat lagi wajah lelaki yang mengaku supir
Papa itu. Umurnya padahal sama denganku, tapi kenapa dia malah bekerja?
Apa dia tidak kuliah? Tapi kenapa? Apa dia tidak punya uang?, aku terus
bertanya-tanya dalam hati.
Tiba-tiba
saja aku melihat lelaki itu dari dalam kamar. dia sedang ada di halaman
samping rumahku. Tawa lelaki itu... mengingatkanku pada seseorang saat
kecil dulu. Tapi siapa? Apa mungkin aku saja yang terlalru berlebihan?
Kenapa juga aku melihat lelaki itu? Tidak menarik sama sekali! Ucapku
dalam hati. Kemudian aku menutup gorden jendela kamarku dan berbaring di
kasurku yang empuk. Tiga bulan lagi aku akan kembali ke Amerika. Hemm,
waktu itu terasa sangat singkat. Aku masih kangen sekali dengan
Indonesia. Aku pun memejamkan mata dan tidur.
Dua
bulan berlalu dengan begitu cepat. Aku dan supirku, yang bernama Roni,
kini juga semakin dekat. Ternyata Roni ini orang yang sangat asik untuk
diajak ngobrol. Dia berilmu pengetahuan yang luas. Bahkan ada yang aku
tidak tahu, tapi dia tau. Semakin lama aku mengenalnya, semakin nyaman
aku ada disampingnya. Setiap dekat Roni, aku merasa memang sudah kenal
dekat dengannya. Sampai akhirnya, aku tahu bahwa aku jatuh cinta pada
supirku sendiri. Tapi aku merasa aku tidak salah menyukainya. Karena aku
selalu merasa dekat dengannya dari dulu. Jauh sebelum aku di Amerika.
Ada apa ini?
Hingga
malam itu, Roni pamit pulang kampung karena ibunya sakit keras. Karena
bosan di rumah, akhirnya aku meminta orangtuaku mengijinkan aku ikut
dengan Roni ke kampungnya. Aku ingin menikmatik pemandangan disana.
Karena Roni bilang, di kampungnya masih banyak hamparan sawah. Tadinya
Mama tidak mengijinkanku. Dia takut aku kenapa-napa. Tapi, setelah aku
bilang Roni akan menjagaku, akhirnya Mama setuju. Aku pun akhirnya ikut
Roni ke kampungnya.
, tapi ak
Sekitar
jam lima pagi aku sudah sampai dikampungnya Roni. Baru jam lima saja,
banyak penduduk yang sudah beraktifitas. Kebanyakan petani sudah mulai
turun ke sawah. Benar sekali. Kampung Roni benar-benar indah
pemandangannya. Mataku ini disajikan pemandangan alam yang luar biasa.
Tiba-tiba aku teringat, sepertinya dulu aku pernah melihat pemandangan
seperti ini. Setelah kupikir-pikir, mungkin itu hanya bayanganku saja.
Rumah
Roni, sama dengan rumah penduduk lainnya. Tidak kecil dan tidak besar.
Saat disuruh menemui ibunya, aku lebih memilih untuk duduk di teras
rumahnya. Adik perempuan Roni segera membuatkan minuman untukku.
“Mbak
ini siapa?” tanya adik Roni itu. “Saya majikannya Roni”jawabku ramah.
Adik Roni hanya berOh kemudian masuk ke dalam rumahnya. Roni bilang
hanya seminggu kita disini. Sebenarnya, aku ingin sekali berlama-lama
disini tapi, itu tidak mungkin. Roni tidak bisa meninggalkan kuliah dan
pekerjaannya. Aku juga tidak mungkin meninggalkan Mama dan Papa.
Tujuanku kembali ke Indonesia kan bukan untuk ini. tujuanku untuk
oragtuaku. Tapi sekarang, aku malah meninggalkan mereka lagi. Tapi tidak
apa-apa, walau begitu aku senang berada di kampung Roni ini.
Setelah
beberapa hari disini, aku jadi semakin akrab dengan Roni. Dia
mengajakku bertani, mengambil air di sumur, memeras susu sapi dan
lain-lain. Aku juga semakin terbiasa dengan pekerjaan itu. Melihat
Roni.. aku kembali melihat masa kecilku yang.. aku juga sebenarnya tidak
ingat dengan masa kecilku dulu. Tapi sepertinya, aku sudah tidak asing
lagi dengan semua ini. Roni, ibunya, kampung ini, kegiatan-kegiatan
ini.. benar-benar tidak asing bagiku. Aku sendiri juga bingung dengan
apa yang kurasakan. Apa sebenarnya ini? tanyaku dalam hati.
Sekarang
adalah hari terakhirku dan Roni ada di kampung ini. malamnya, Roni
mengajakku ke suatu tempat. Tempat itu.. juga tidak asing bagiku. Danau
dengan berjuta kunang-kunang ini, sangat jarang ditemukan di Jakarta.
Malah aku yakin, tidak ada tempat seindah ini di Jakarta. Kemudian Roni
membawaku ke sebuah pohon yang besar. Pohonnya terlihat sudah berumur.
Disana ada tulisan Roni Dan Vega Forever. Aku terkejut dengan ukiran
tulisan itu. Aku tidak pernah mengukir nama itu di pohon. Sama sekali
tidak pernah. Tapi, kenapa ada tulisan itu? Namaku dan Roni? Ada apa
sebenarnya ini?
Kemudian Roni mengajakku duduk di sebuah batu besar. Roni memulai percakapan.
“Kamu
tau kenapa ada tulisan nama kita di pohon itu?”tanyanya sambil menunjuk
kearah pohon besar tadi. Aku hanya menggeleng bingung.
“Dulu..
waktu kita kecil, kamu pernah tinggal disini. Pak Broto adalah juragan
sawah disini. Sawah yang kamu liat itu.. sebenarnya kebanyakan punya
kamu. Saat kamu SMA, kamu dan keluargamu pindah ke Jakarta. Mungkin Pak
Broto ingin anak semata wayangnya ini sekolah sebaik mungkin. Makanya
dia pndah ke Jakarta” jelas Roni. Aku semakin bingung dengan penjelasan
Roni.
“Waktu
kita SMP, kita ngukir nama kita di pohon itu. Dan di tempat inilah
pertama kita bertemu dan berpisah. Aku yakin, aku mikir kampung ini
tidak asing lagi bagi kamu kan? Karena kamu pernah ada disini” sambung
Roni. Aku hanya menganga kaget mendengar ucapan Roni.
“Tapi,
kenapa aku nggak bisa nginet masa kecil itu? Kampung ini emang nggak
asing lagi bagi aku, tapi aku nggak bisa inget tempat ini, Ron” tanyaku
bingung pada Roni. Roni tersenyum padaku.
“Waktu
kita kelas tiga SMP, sesuatu terjadi sama kamu. Kamu kecelakaan dan
dokter bilang, kamu nggak bisa nginget masa yang udah dulu banget. Aku
sedih banget, Ga. Karena aku itu kan masa lalu kamu dulu. Apalagi saat
aku tau ternyata kamu sekolah di Amerika. Saat itu.. aku bener-bener
ngerasa kehilangan kamu. Sampai akhirnya aku ke Jakarta dan kerja di
rumah kamu. Disana aku selalu liat foto-foto kecil kamu. Mama kamu juga
majang foto saat kita berdua. Kita berpelukan sambil tertawa. Kita
bahagia waktu itu” jawab Roni tersenyum bahagia.
Aku
mulai ngerti dengan semua ini. roni.. pantes saja aku sudah tidak asing
lagi dengannya. Ternyata.. dialah teman baikku sejak kecil. Kemudian
aku tertawa. Mengingat betapa culunnya pasti aku saat mengukir tulisan
di pohon itu. Kita berdua masih belum mengerti sama sekali apa arti
tulisan itu.
“Setelah
pindah, aku juga ngerasa ada yang hilang, Ron. Sampe sekarang pun, aku
nggak pernah pacaran sama orang lain. Karena aku belum nemuin cinta aku.
Tapi... setelah dekat kamu, ternyata aku nyaman. Dan ternyata.. kamu
cinta aku, Ron” ucapku malu-malu. Kemudian Roni memelukku. Pertama aku
kaget dengan pelukan itu. Tapi, pelukan itu yang selama ini aku
nantikan.
Dua
bulan lebih, aku berada di Jakarta. Setelah pulang dari kampung, aku
menceritakan semuanya pada Mama dan Papa. Mereka berterima kasih pada
Roni karena telah mengingat kembali masa yang telah hilang dari
ingatanku. Akhirnya mereka bersedia menanggung biaya kuliah Roni dan
menyuruh Roni fokus pada kuliahnya saja. Biaya berobat ibuya juga
ditanggung denga orangtuaku. Aku dan Roni juga semakin dekat.
Hingga
akhirnya, aku harus kembali ke Amerika. Sedih hatiku meninggalkan
semuanya termasuk Roni. Sahabat baikku dari kecil itu... aku harus
meninggalkannya. Tiba-tiba aku merasa separuh hatiku hilang lagi.
Meninggalkan Roni.. bukan ini yang ku mau. Tapi apa dayaku?
Meninggalkannya memang sudah harus kulakukan. Aku sendiri yang meminta
meneruskan study di Amerika.
Roni
dan kedua orangtuaku mengantar aku sampai Bandara Soekarno Hatta tempat
pertama kali aku bertemu Roni dulu. Tangisan sudah pasti menghiasi
suasana hari itu. Aku juga memeluk Roni. Aku benar-benar tidak ingin
berpisah darinya. Tapi.. yasudahlah.
“Nanti kita ketemu lagi kan?” tanyaku pada Roni.
“Pasti!
Aku janji sama kamu, aku nggak akan khianati cinta kita berdua” jawab
Roni sambil membelai rambutku. Kemudian aku memeluk Roni lagi. Maaf
Roni, untuk ingatan lupaku padamu dulu, ucapku dalam hati sambil
menitikkan air mata.
Dua
tahun di Amerika, aku jadi benar-benar kangen sama Roni. Kira-kira
sedang apa dia disana? Akhirnya aku putuskan untuk menulis surat
padanya. Berharap dia akan cepat membalas surat kangenku ini padanya.
Cerpen Dewasa Karya LD. Ahmad Karwin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar