masjid tempat dibayar sholat tunai
masjid tempat dibayar sholat tunai
“ Rumahmu di mana, Ka?” Tanya Wika.
“ Di daerah timur Kota. Luar pusat kota Patria.” Jawab Laika.
“ Jauh amat! Kamu setiap hari naik sepeda?”
“ Kadang naik sepeda, kadang diantar abi, kadang naik angkot.”
Kedua murid 9H itu mengayuh sepeda mereka bersama. Wika menaiki sepeda mininya yang berwarna pink sedangkan Laika duduk di sadel sepeda jengki hitam. Mereka ke selatan terus dua kilometer lalu belok ke timur beberapa kilometer lagi.
Sengatan matahari di tengh hari menusuk kepala  dan tubuh mereka mengeringkan kerongkongan. Membut haus dan puasa makin tergoda. Untungnya cerpenis itu pakai topi dan syalnya, jadi bisa terlindungi. Seragam panjangnya juga bisa melindungi kulit dari sinar UV yang konon bisa merubah ras dari bule jadi negro. Kalau Laika sih aman-aman saja. Jilbab lebarnya menutupi seluruh tubuh termasuk moncong jilbabnya bisa otomatis jadi topi yang meneduhkan pandangan. Mereka terus mengayuh. Satu demi rumah, yang lain demi pinjam buku.
“ Eh, Ka, mampir ke masjid dulu yuk?”
“ Bukannya tadi sudah sholat zuhur?”
“ Aku kebelet pipis. Mau ke kamar kecil.”
“ Oh, ya udah.”
Mereka mampir ke sebuah masjid di depan.  Masjid itu di utara jalan sebelum perempatan.  Mereka turun di halaman parkir. Laika lekas-lekas masuk mencari kamar kecil.WIka duduk di teras menunggu wakil ketua kelasnya untuk kedua kalinya itu.
Sambil menunggu WIka melihat-lihat sekitar. Dia mengeluarkan buku tulis dan menulis keadaan sekitar untuk latihan deksripsi. Halaman parkir di hadapannya menyempit ke utara. Halaman itu dipaving. Sebelah timurnya tembok putih rumah orang. Halaman parkir itu dipayungi terop beratap seng.
Calon penulis itu terus menulis mencatat gambaran di sekitarnya sampai lupa yang lain. Waktu demi waktu dia habiskan dalam menulis detil-detil masjid. Baru setelah selesai dia sadar sesuatu.
“ Kok Laika lama ya?”
Dia tunggu-tunggu kok muslimah itu belum muncul juga. Sudah lima menit lebih bahkan mulai menyentuh  sepuluh menit. Apa mungkin dia betah di kamar kecil yang biasanya kecil dan bau gitu?
Wika pun memutuskan untuk menyusulnya. Dia berjalan lewat selatan ke belakang masjid.
“ Ka, Laika?” panggilnya.
Dia memasuki tempat wudlu bertegel biru di lantai dan dindingnya. Lima keran berjajar. Dia membelok ke kanan. Di sana ada dua kamar kecil. Pintunya terbuka.
“ Laika!” Wika cepat berbalik.
Wika berlari ke depan. Dia menyeberang teras masuk ke ruang dalam. Nyaris saja dia bertabrakan.
“ Laika, kamu dari mana aja sih? Kok lama amat. Sudah sepuluh menit lo. Masak kamu ketiduran di dalam? Dan kenapa kamu malah ada di dalam sini?”
“ Aku sholat tahiyatul masjid dulu.”
“ Apa itu sholat tahiyatul masjid?”
“ Itu sholat untuk menghormati masjid. Jumlahnya dua rokaat. Dilakukan sebelum duduk.”
“ Kenapa sholat tahiyatul masjid?”
“ Untuk bersyukur dan berterima kasih pada masjid yang udah nyediain kamar kecil. Aku percaya pada asas keseimbangan. Kalo kita sudah dikasih kita harus ngasih balik. Di tempat lain ada yang ke kamar kecil atau kamar mandi harus bayar. Aku gak punya uang.jadi aku bayar pake sholat tahiyatul masjid.”
“ Jadi kamarkecil dibayar sholat nih?” Wika ketawa kecil.
“  Na’am. Di Al-qur’an ada untungnya lo. Coba cari di al-qur’an surat Al-hajj ayat 30 dan 32.”
“  Iya. Iya. Dari mana kamu dapat teori itu?”
“  Tadi di kamar mandi ada tulisan ‘ barangsiapa pakai kamar mandi/ kamar kecil  tapi tidak pernah sholat di sini, sholatlah!’”
“ Oh …”
“ Ya udah. Yuk. Keburu sore.” Ajak Laika.
Mereka berdua meninggalkan masjid iitu melanjutkan perjalanan.

~ Thanks ~