“ Ka, sholat ashar, yuk!” Ajak Laika.
Wika mendongak, tersadar dari bacaannya,” sudah waktunya, ya?”
“ Sudah, tuh.” Laika menunjuk jam di atas pintu kamarnya.
“ Ya sudah. Ayo.” Wika berdiri mengikuti Laika.
Mereka berjalan bersama ke kamar mandi. Laika wudlu duluan baru Wika. Beberapa saat kemudian Wika keluar. Dia kembali ke ruang depan. Laika membeber dua sajadah. dua sajadah itu hampir sejajar. Satu sajadah lebih mundur sedikit.
“ Oh, iya aku lupa! Aku nggak bawa mukena!”
“ Tenang aja! Kamu bisa pakai mukenaku.”
“ La kamu?”
Laika tersenyum. Dia masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Wika menunggu dengan bertanya-tanya. Tak lama kemudian Laika muncul membawa mukena. Dia ganti memakai baju yang panjang. Di bawahnya bertumpuk rok yang menjulur sampai menutupi kaki. kain itu tebal berwarna hijau tebal.
“ Kamu pakai apa itu? Selimut apa daster?” Wika terpana.
“ Ini jilbab.”
Bagai disambar gledek Wika tak paham,” Jilbab? Jilbab itu yang di kepala kan?”
“ Itu khimar.”
“ Apa?”
“ Yya. Yang baju panjang ini jilbab. Yang kerudung di kepala ini khimar.” Laika menunjuk keduanya.
“ Aku nggak ngerti.”
“ Nanti aja kita bahas setelah sholat. Oke?”
“ Nggak apa-apa kamu sholat pake baju begini? Bukannya harus pake mukena?”
“ Ukhti, syarat sah sholat adalah menutup aurat. Dengan baju begini semua aurat sudah ketutup. Iya kan?”
Wika melihat penampilan Laika. Pakai kerudung lebar sampai ke lengan. Baju lengan panjang berwarna hijau tebal. Rok sampai menutupi kaki. gimana bisa nggak ketutup.
“ Tapi itu punggung tanganmu kelihatan? Yang bukan aurat itu kan Cuma wajah dan telapak tangan?”
“ Ukhti, punggung tangan itu termasuk telapak tangan asal tidak sampai pergelangan tangan.”
“ Masak sih?”
“ Ada ilmunya. Makanya ngajilah!”
Wika menggigit bibir bawahnya. Terserah deh. Ilmunya nggak nutut sampae ke sana. Dia nurut juga. Mereka jadi sholat ashar berjamaah. Laika jadi imam sedangkan Wika jadi makmum. Setelah sholat mereka berdoa lalu membereskan sajadah dan mukena. Wika mengembalikan mukenanya. Laika masuk ke kamar lalu keluar lagi dengan pakaian yang biasa.
“ Sekarang jelasin yang tadi? Kok bisa sih jilbab itu baju kayak tadi kok bukan kerudung yang biasanya? Biasanya malah namanya hijab.”
“ Sebentar! Aku ambil referensinya dulu biar jelas.” Laika ke perpustakaan rumahnya mengambil Al-qur’an, kamus bahasa arab dan buku “sistem pergaulan dalam Islam”. Dia bawakan semua ke ruang tamu yang sekaligus ruang keluarga itu.
“ Paling gampang kamu baca ini.” Laika membuka kitab “sistem pergaulan dalam Islam” bab “ melihat wanita”. Dia membalik-balik sampai menemukan dua ayat al-qur’an, yaitu surat Al-ahzab : 59 dan surat An-nur: 31.
“ Hai nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang yang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbab ke seluruh tubuh mereka.” (QS Al-ahzab: 59).
“ Di sini bahasa arabnya ‘jalaabiibihinna’. ‘jalaabiibihinna’ itu bentuk kata kerja dan jamak dari jilbab. Di sini dikatakan jilbab itu untuk menutup seluruh tubuh. Jadi jilbab itu buat nutup seluruh badan termasuk tangan dan kaki. yang bisa nutup sampe segitu cuma baju kurung yang panjang dan besar kayak tadi.” Jelas Laika.
Laika membuka kamus bahasa arabnya. Dia buka label huruf jim mendekati akhir. Di sana tertulis “jalbaba”. Di sebelahnya tertulis artinya: memakai baju kurung.
“ Tapi ini jalbaba, bukan jilbab.”
“ Jalbaba itu kata kerja. Kalau kata bendanya jadi jilbab.”
“ Kok bisa?”
“ Itu ada dalam tata bahasa arab yang namanya tashrif. Anak-anak madrasah biasanya belajar ini.”
Wika tersadar dia selama ini tak pernah belajar agama. Cuma sekolah yang mengajarkan agama, itupun cuma teori.
“ Paham?” Tanya Laika.
Wika mengangguk.
“ Sekarang yang khimar ini. Surat An-nur ayat 31.”
“ Hendaklah mereka menutupkan kerudung ke dada mereka.”
“ Dalam bahasa arabnya, disebut bikhumurihinna. Khumur ini bentuk jamak dari khimar. Jadi jelas kalau kerudung yang dipakai di kepala itu khimar, bukan jilbab.”
“ Ooo…” sederhana ternyata.
“ Perlu dibuktikan di al-qur’an?”
“ Yap!”
Wika membuka Al-qur’an. Untung wudlunya belum batal jadi dia bisa langsung menyentuh dan membukanya. Surat Al- Ahzab ayat 59. ayatnya ternyata pendek. Langsung sama dengan yang di buku. Wika membaca tulisan di tengah. Lalu dia membaca terjemah di pinggir.
“ Bener! Ada!”
“ Iya kan? Al-qur’an nggak mungkin bohong.”
“ Terus yang An-nur ayat 31.”
Wika membalik halaman ke kanan. Dia sampai di sana dan mencari ayat 31. ternyata isinya panjang. Dia bingung dengan huruf-huruf itu. Melihat ke atas, bawah mencari tulisan yang sama dengan di buku sistem itu.
“ Yang mana, Ka?”
“ Yang ini.” Laika menunjukkan letaknya.
“ Oh, iya. Ini.” Wika pun menemukan ayat itu dalam tulisan arabnya. Setelah menemukannya dia baca terjemahnya.
Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
“ Gimana?” tanya Laika.
“ Ini, Ka. Ada yang aneh.”
“ Yang mana?”
“ Ini.” WIka menunjuk kata terakhir dari penggalan ayat yang ada di buku.” Kenapa di sini menutupkan ke dada? Bukan kepala?”
“ Kerudung itu sudah pasti menutupi kepala, Ka. Cuma yang disampaikan di Al-qur’an itu batasannya kerudung atau khimar itu harus lebar dan besar sampai menutupi dada. Jadi nggak boleh cuma nutupi kepala doing tapi dadanya kelihatan.”
“ Jadi kudung gaul itu nggak boleh dong?”
“ Iya. Nggak boleh. Nggak Cuma kudung gaul, tapi juga krepos dan selendang kayak yang dipake baju kebaya atau yang dipakai ngelayat itu nggak boleh.”
Wika baru tersadar semua model jilbab gaul dan minimalis yang dipakai selama ini salah, padahal sudah banyak yang pake dan orang di mana-mana make kayak gitu. Mereka semua salah?
“ Tragis.” Komentar Wika. Dia mengalihkan pandangan keluar menembus pintu kaca hitam yang transparan. Lurus ke halaman yang menguning oleh senja.
“ Maunya nutupi biar taat pada agama dan jadi wanita yang sholihah tapi jadi salah. Aku emang ngeliatnya nggak matching. Kudungan tapi dadanya keliatan atau kudungan tapi pake baju lengan pendek. Ada juga yang kudungan tapi ketat dan ceweknya gatel. Ada juga cewek jilbaban, eh kudungan tapi transparan. Dia berusaha nyembunyiin rambutnya padahal kudungnya sauprit. Gimana bisa nggak keliatan?”
“ Kamu juga ngerti rupanya?”
“ Makanya aku lebih suka make baju lengan panjang dan rok panjang daripada kudungan tapi lengan pendek atau ketat kayak gitu.”
“ Kalo kamu udah tahu bagus pake baju panjang dan celana panjang, lebih bagus lagi kalo kamu tambahi kudung lebar. Kayak aku tadi.”
Wika menoleh pada Laika. Diam dulu. Mikir-mikir.
“ Jangan sekarang dulu deh!” desahnya pelan.
“ Kenapa?”
“ Aku belum siap.”
“ Kenapa belum siap?”
“ Masih banyak hal yang harus aku pikirin.”
Laika ingin mendesak tapi tak mau memaksa. Biarkan hidayah turun membuka hati blogger itu. Kalau hidayah datang dia akan berubah sendiri. Menjadi muslimah dan mujahidah yang kuat.
Dia berujar pelan,” Ya sudah. Semoga kamu cepat siap dan berjilbab juga berkhimar nutup auratmu seperti muslimah sejati, ukhti.
~ Thanks~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar