IBUKU BUKAN PELACUR

Setiap malam aku dan adik ku selalu tidur di kursi ruang tamu untuk membukakan pintu ketika ibu pulang bekerja. Entah pekerjaan apa yang dikerjakan oleh ibu ku. Setiap jam 9 malam ibu baru berangkat kerja dan pulang sekitar jam 1 dini hari. Banyak orang yang berprasangka negatif terhadap pekerjaan ibu, tapi ibu tak mengindahkan perkataan mereka. Ibu hanya tersenyum ketika orang-orang menyebut ibu sebagai pekerja seks komersial. Aku yakin ibu ku tidak bekerja sebagai PSK, mana mungkin ibu tega memberi makan kami dengan uang yang haram. Ibu berasal dari keluarga yang tahu aturan agama jadi sangat tidak mungkin ibu bekerja sebagai PSK.
Adik ku Gian selalu menanyakan kenapa ibu kerjanya malam hari, tidak seperti kebanyakan orang yang bekerja diwaktu pagi dan siang hari. Aku sendiri tidak pernah tahu mengapa ibu mau bekerja ditempat yang jam kerjanya malam hari. Mungkin hanya ditempat itulah ibu bisa diterima kerja. Aku selalu berpikr positif terhadap ibu. Aku tidak mau terpengaruh oleh ucapa-ucapan orang diluar sana yang menganggap ibu bukan wanita baik-baik.
Tak seperti biasanya malam ini ibu pulang cepat. Ibu membawakan kami makanan untuk sarapan besok pagi sebelum berangkat ke sekolah. Karena ibu pulangnya selalu lewat tengah malam ibu tidak pernah sempat untuk membuatkan sarapan pagi untuk aku dan adik ku. Setiap pagi aku selalu menyiapkan sarapan pagi dan membangunkan Gian.
“Gian, bangun dong udah pagi nih cepat mandi !!”
“Bentar Kak Gian masih ngantuk nih.”
“Entar kamu kesiangan cepat sana !!”
“Iya-iya Gian mandi sekarang.”
“Cepat ya, soalnya kakak buru-buru nih.”
Aku dan Gian bersekolah di sekolah yang sama. Aku kelas 3 SMA dan Gian kelas 1 SMA. Gian termasuk murid yang cukup berprestasi dikelasnya sehingga dia mendapatkan beasiswa sampai dia lulus SMA nanti. Walaupun aku dan Gian jarang sekali ngobrol sama ibu, tapi ibu sangat perhatian sekali pada kami. Ibu tak pernah membiarkan kami merasa kekurangan kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu. Ibu selalu berusaha untuk selalu ada ketika kami membutuhkan teman untuk berbagi.
“Ajeng, maaf ya mungkin sekarang ibu kurang ada waktu untuk selalu bersama kalian. Kamu tahukan ibu harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.”
“Ga apa-apa ko bu, walaupun ibu jarang ada untuk kita kasih sayang yang ibu berikan sama aku dan Gian tak sedikitpun kurang.”
“Makasih ya nak, kamu harus bisa menjaga adik kamu, kamu harus bisa menjadi kakak yang baik untuk adik kamu.”
“Pasti bu, ibu ga usah khawatir Ajeng akan selalu menjaga Gian dan menjadi kakak yang baik untuk Gian.”
Ibu memang jarang sekali punya waktu untuk kami. Tapi itu semua tak menjadi masalah, karena aku tahu sebenarnya ibu ingin sekali mengetahui lebih banyak lagi tentang perkembangan anak-anaknya. Tapi apa boleh buat keadaan yang tidak memungkinkan ibu untuk selalu ada bersama kami, karena setelah ayah meninggal ibulah yang menjadi tulang punggung keluarga kami. Ibulah yang bekerja untuk memenuhi semua kebutuhan hidup kami.
Aku sebagai seorang kakak harus bisa bersikap lebih dewasa lagi. Terkadang aku merasa kesal terhadap orang-orang yang menuduh ibu sebagai PSK. Tapi ibu selalu mengingatkan ku untuk tidak termakan oleh omongan mereka, ibu selalu mengingatkan ku untuk selalu sabar menghadapi mereka. Mungkin ibu bisa sabar menghadapi perkataan-perkataan mereka, ibu selalu berkata bahwa Tuhan itu tak pernah tidur dan Tuhan tahu apa yang sebenarnya kita lakukan. Kata itu yang selalu ibu ucapkan pada aku dan Gian.
Aku selalu berusaha untuk selalu ada untuk Gian, apalagi disaat dia sedang mempunyai masalah dan membutuhkan teman untuk berbicara. Apapun akan aku lakukan untuk kebahagian adik ku. Dialah yang bisa menjadi penyemangat setiap kali aku menghadapi berbagai masalah. Gian tak pernah bisa diam ketika orang-orang menghina aku dan ibu. Walaupun sedikit pendiam Gian termasuk anak yang ramah dan menyenangkan.
Semakin hari semakin banyak orang yang menuduh ibu bekerja sebagai PSK, tidak hanya orang-orang yang ada dilingkungan rumah saja tapi teman-teman disekolah pun banyak yang menghina aku dan Gian sebagai anak seorang PSK. Apalagi Fira, dia sangat tidak suka dengan aku, hampir tiap hari dia selalu mencari masalah dengan ku. Tapi aku tak pernah menggubris omongannya walaupun omongannya sangat menyakitkan dan membuat aku marah.
“Heh anak pelacur, loe ga malu apa sekolah disini ? loe itu membuat nama baik sekolah kita jadi tercemar.”
“Aduh Fira… terserah kamu ya mau ngomong apa juga. Kamu jangan sembarangan nuduh orang kaya gitu dong.”
“Hah nuduh ? semua teman-teman disini juga udah pada tahu kali kalau loe itu anak seorang pelacur…”
“Eh Fir, udah deh loe ga usah ngehina kakak dan ibu gue !! kaya loe udah jadi orang bener aja.”
“Wow… adiknya membela kakaknya nih. Eh Gian, itu faktanya kali kalau ibu loe itu P-E-L-A-C-U-R iya kan ?”
“Mulut loe itu harus gue tutup pake sampah kali ya, biar bisa diam.”
“Gian udah ya, ga usah kamu ladenin dia. Fira itu emang orangnya kaya gitu.”
“Orang seperti itu harus dikasih pelajaran kak biar bisa dijaga mulutnya.”
“Udahlah mending kita pergi saja.”
“Sana pergi loe… dasar adik sama kakak sama saja bikin malu sekolah aja.”
Gian memang tak pernah bisa diam saat banyak orang menghina ibu. Tapi aku terus selalu berusaha untuk menghalangi Gian untuk tidak emosi menghadapi mereka. Satu sekolah ribut membicarakan tentang ibu ku yang dituduh sebagai pelacur. Kabar ini sudah sampai ke pihak sekolah sampai-sampai aku dan Gian dipanggil oleh kepala sekolah.
“Permisi bu, ibu memanggil saya dan adik saya ?”
“Iya silahkan kalian duduk”
“Maaf ada apa ya bu, ibu memanggil saya dan Gian ?”
“Begini, kalian sudah tahukan kabar yang sedang beredar disekolah ini ?”
“Iya bu, saya tahu akibat kabar ini nama baik sekolah jadi tercemarkan ?”
“Bu, ibu nuduh juga kalau ibu kami ini seorang pelacur ?”
“Gian… kamu ga bicara seperti itu.”
“Tapi kak…”
“Sudah kamu diam..”
“Apa benar ibu kalian bekerja disebuah club malam ?”
“Maaf bu, sebenarnya kami tidak pernah tahu ibu bekerja dimana, ibu hanya selalu bilang bahwa pekerjaannya itu halal.”
Aku dan Gian sangat kaget ketika tahu bahwa ibu bekerja di sebuah club malam, dan gian tidak terima dengan tuduhan dari ibu kepala sekolah.
“Bu, ibu jangan ngarang deh dari mana ibu tahu kalau ibu saya bekerja di club malam ? ibu itu sama saja dengan teman-teman yang lain suka menuduh sembarangan.”
“Gian kamu bisa bicara dengan sopankan ? Ibu bukan menuduh sembarangan, tapi sudah banyak orang yang melihat ibu kalian bekerja disana.”
“Maafin adik saya bu, kalau misalkan sekolah ini merasa tercemar nama baiknya karena kami, kami siap kalau harus dikeluarkan dari sekolah ini.”
“Ga bisa gitu dong kak !! bu tolong dong ibu jangan mudah percaya dengan omongan orang-orang. Apakah setiap orang yang bekerja di club malam adalah seorang pelacur ? belum tentukan bu..”
“Begini saja, coba kalian tanyakan baik-baik sama ibu kalian apa sebenarnya pekerjaan ibu kalian itu. Sekarang kalian boleh kembali ke kelas.”
“Makasih bu permisi.”
Aku menjadi ragu pada ibu, aku juga sangat kesal pada ibu karena selama ini ibu tak pernah mau jujur tentang pekerjaannya. Gian kelihatan sangat kesal sekali ketika dia tahu bahwa ibu bekerja di club malam.
“Gian ga nyanka kak, kalau ibu itu bekerja di club malam. Gian kecewa sama ibu.”
“Gian kamu gak boleh gitu dong, kamu percayakan sama ibu ? ibu ga mungkin melakukan hal itu.”
“Tapi kak bisa aja kan ibu benar bekerja sebagai pelacur.”
“Gian…. dengerin kakak, kamu tahukan ibu orangnya seperti apa ga mungkinkan ibu rela bekerja seperti itu.”
“Ga tahu kak sekarang Gian ragu sama ibu. Kenapa sih ibu ga pernah cerita sama kita tentang pekerjaannya.”
“Ibu pasti punya alasan kenapa ga cerita sama kita.”
Ketika kami pulang kerumah ibu sedang menyiapkan makan siang. Aku yakin ibu bukan seorang pelacur. Ibu ga mungkin menghianati ayah yang sangat ibu cintai. Tapi entah mengapa ada keraguan dalam hati ku. Semoga saja apa yang dituduhkan orang-orang pada ibu tidak benar. Gian yang sangat kesal pada ibu tiba-tiba marah pada ibu.
“Bu…. apa benar ibu bekerja di club malam ?”
“Kamu itu ada-ada saja Gian, ya ga mungkin dong ibu bekerja di tempat yang seperti itu.”
“Sudahlah bu, ibu ga usah bohong sama aku banyak orang yang suka melihat ibu di club malam.”
“Kamu ga percaya sama ibu ?”
“Bu masalahnya bukan percaya atau tidak, ibu tahu tadi aku dan kak Ajeng dipanggil sama kepala sekolah gara-gara kabar yang menyeba bahwa ibu itu bekerja sebagai PSK, tahu gak bu Gian malu.”
“Gian….”
Ibu menampar Gian dan menangis.
“Kamu tahu kenapa ibu ga pernah menggubris omongan orang-orang diluar sana yang menganggap ibu sebagai PSK, ibu ga peduli sama orang lain. Yang penting buat ibu adalah kepercayaan dari kalian. Kalian percaya sama ibu kalau ibu buak pelacur itu sudah cukup buat ibu, ibu ga peduli sama orang lain.”
“Tapi bu Gian itu malu bu… malu…..”
“Kamu malu punya ibu seperti ini ? kamu tahu tidak dipercaya sama kamu dan kakak kamu itu lebih menyakitkan buat ibu.”
“Kenapa sih ibu ga pernah jujur sama kita ?”
“Gian sudah ya, kamu sekarang ganti baju dulu terus kita makan.”
“Tapi kak…”
“Gian…”
Aku berusaha menenangkan ibu yang menangis. Aku tahu ibu sangat sedih ketika Gian berkata seperti itu. Ibu memilih untuk tidak dipercaya oleh orang lain daripada sama anak-anaknya sendiri. Karena bagi ibu adalah kepercayaan dan kebahagaian anak-anaknya yang paling terpenting dalam hidupnya. Hari ini cukup membuat ku belajar untuk hidup lebih bijak dan dewasa lagi. Permasalahan yang ada dalam keluarga ku membuat ku bisa bersikap lebih dewasa lagi. Dengan tidak tidak meyalahkan ibu ataupun Gian dalam masalah ini.
Ketika ada masalah dalam keluarga aku selalu kangen sama ayah. Ayah selalu bisa menengangkan kami ketika sedang menghadapi masalah. Ayah selalu bisa membuat suasana tidak panas, ayah selalu mengajarkan aku untuk selalu berpikir sebelum melakukan apapun. Ayah selalu bisa bersikap bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan hidupnya. Ayah… aku masih membutuhkan mu disini.
Ketika suasana sudah cukup tenang, secara baik-baik aku menanyakan tentang pekerjaan ibu yang sebenarnya. Aku tahu ibu pasti punya alasan mengapa tidak pernag menceritakan yang sebenarnya tentang pekerjaannya itu. Saat itu aku, Gian dan ibu sedang berkumpul di meja makan, sebagai seorang kakak aku harus bisa bersikap lebih tenang walaupun sebenarnya aku cukup kesal pada ibu.
“Bu… Ajeng boleh tanya sesuatu sama ibu ?”
“Mau tanya apa ?”
“Maaf ya bu, bukannya Ajeng tidak percaya sama ibu tapi Ajeng dan Gian ingin tahu apa pekerjaan ibu sebenarnya.”
“Ibu juga minta maaf sama kalian karena selama ini ibu tidak menceritakan yang sebenarnya.”
“Ajeng ngerti kenapa ibu belum mencerutakan yang sebenarnya, tapi sekarang kami butuh penjelasan dari ibu, pihak sekolah juga ingin memastikan apakah kabar yang beredar itu benar atau tidak.”
“Ibu memang bekerja di club malam, tapi…”
“Tuhkan benar, ibu ini bukan ibu yang baik.”
“Gian, kamu harus dengerin ibu dulu.”
“Ibu bekerja di club malam bukan sebagai pelacur, ibu hanya seorang pelayan saja disana. Memang banyak sekali laki-laki yang meminta ibu untuk melayaninya tapi ibu selalu menolaknya. Ibu selalu berbuat kasar pada orang-orang yang meminta ibu untuk melayani nafsunya itu. Ibu ga mungkin menghianati ayah kalian, ibu ga mungkin menghidupi kalian dengan uang yang haram. Kalau bisa memilih ibu sebenarnya tidak ingin bekerja ditempat seperti itu tapi mencari pekerjaan sekarang itu tidak mudah.”
“Bu… maafin Ajeng ya… Ajeng sempat ragu sama ibu.”
“Justru ibu yang minta maaf sama kalian, ibu sudah tidak berterus terang sama kalian.”
“Gian juga minta maaf bu, Gian udah marah-marah dan ga percaya sama ibu.”
“Ga apa-apa Gian.”
“Sekarang Ajeng akan selalu percaya sama ibu, karena Ajeng tahu ibu ga akan berbuat seperti itu. Ajeng ga akan memperdulikan omongan-omongan orang lain tentang ibu.”
“Makasih ya sekarang kalian sudah percaya lagi sama ibu. Yang terpenting dalam hidup ibu adalah kebahagian dan kepercayaan dari kalian.”
Setelah semuanya jelas bahwa ibu ku bukan seorang pelacur , ibu hanya seorang pelayan club malam saja, semua orang percaya dan tidak menuduh ibu lagi. Pihak sekolahpun sudah percaya dan bahkan kepala sekolah memberikan modal pada ibu untuk berjualan di kantin sekolah dan berhenti dari pekerjaannya itu.
Terima kasih Tuhan Engkau telah memperlihatkan semua kebenarannya. Kini ibu mempunyai banyak waktu untuk selalu ada bersama kami. Sungguh kebahagian yang sangat luar biasa. Benar Tuhan itu tak pernah tidur dan tahu apa yang sebenarnya kita kerjakan. Terima kasih ibu, kau selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kami.
Selesai....
Penulis :  Ninawati Coke 
Penerbit Bang Dens

Tidak ada komentar:

Posting Komentar